Udara dingin menyelimuti seluruh jalanan kota Jogja. Suasana di kompleks pertokoan Malioboro nampak lengang. Hanya ada beberapa kendaraan dan pejalan kaki yang berlalu lalang tepat di depan sebuah bangunan tua. Seorang wanita paruh baya sedang duduk diatas sebuah tangga kayu yang menjadi jalan masuk ke toko tersebut. Rambut hitamnya yang lurus terurai hingga ke bahu dan kedua matanya tak henti-henti menatap sebuah gang kecil yang gelap yang terletak diantara dua bangunan apartemen besar di ujung jalan.
Sesekali ia memalingkan pandangan pada keindahan arsitektur bangunan kuno yang berjajar anggun menambah keindahan kota jogja. Wanita itu melirik jam di tanganya dan sadar bahwa malam telah semakin larut. Sepuluh menit berselang, sebuah sedan hitam menepi tepat didepan wanita itu. Ia lalu menghampiri mobil tersebut dan masuk melalui pintu belakang. Sedan itu melesat meninggalkan kompleks bersejarah yang nampak semakin sunyi itu.
***
Udara pagi yang segar menelusup melalui jendela kamar yang sedikit terbuka. Seorang pemuda berusia 22 tahun memungut surat pos yang tergeletak di depan pintu kamarnya. Di bagian depan amplop tersebut tertulis “Untuk adam husein”. Pemuda itu lalu meletakkan surat tersebut di atas meja dan sepertinya ia tak berniat untuk membacanya. Ia berjalan mendekat ke arah jenndela kamarnya. Sekelebatan masa lalu muncul di ingatanya. Ia teringat akan kenangan bersama keluarganya beberapa tahun silam.
***
Sebuah sedan hitam melaju pelan di jembatan yang melintang di atas aliran sungai gendol. Mobil itu terus melaju menuju kompleks pertokoan Malioboro. Sedan itu berhenti tepat sebelum tikungan yang menuju kompleks yang menjadi ciri khas kota jogja tersebut. seorang wanita berumur 43 tahun keluar dari mobil dan berjalan menuju tangga kayu yang biasa ia duduki. ia mengenakan sweeter abu-abu dan shall tebal melingkar di lehernya. Dan seperti biasa ia terus memandang ke lorong gelap yang menghubungkan kompleks pertokoan Malioboro dan kompleks perumahan candi mas.
Sementara itu sepasang mata sedang mengamati wanita itu dari sebuah warung kopi yang berada di sekitar taman kompleks tersebut. Ya, diam-diam Husein datang untuk mmmbuktikan kebenaran surat yang ia dapatkan setiap pagi selama empat hari ini. Dari kejauhan, albert memandang wajah wanita itu dalam-dalam. Husein masih menikmati secangkir kopi hangat saat melihat wanita itu mengeluarkan sebuah pil dari saku celananya dan langsung mennelan pil tersebut. Tiba-tiba sebuah sedan hitam datang menepi menghampiri wanita itu. Husein melihat seorang pria keluar dari mobil tersebut. Seketika wajah albert memmancarkan raut kebencian yang luar biasa saat melihat pria itu. Tak lama kemudian keduanya memasuki mobil dan langsung pergi menghilang dalam keremangan kota jogja.
***
Pagi itu awan terlihat tak secerah biasanya. Dengan rambut hitamnya yang masih berantakan. Husein membaca sebuah surat dengan teliti. Sebuah paragraf di akhir surat membuatnya menarik nafas dalam-dalam.
Husein, mugkin kau masih belum bisa memaafkanku. Tapi percayalah, aku sungguh ingin berbicara padamu untuk menceritakan apa yang sebenarnya terjadi selama ini. Kau harus temui aku malam ini di tempat itu.
Husein faham tempat apa yang dimaksud karena di bagian bawah dari setiap amplop yang ia terima selalu tertulis, “aku menunggumu malam ini jam 8 di toko buku asfa.”
***
Husein melangkah ragu menuju lorong gelap didepanya. Pikiranya seolah memberontak untuk tidak melakukan ini semua. Tapi nalurinya sudah memutuskan untuk ke tempat itu dan menemui seorang wanita yang mengiriminya surat setiap pagi sejak ia kembali dari Singapura. Ia pun tak yakin jika pertemuan ini akan berjalan baik. Saat Husein sampai di tempat tujuan pikiranya langsung bercampur aduk antara rasa bingung dan lega karena tak seorangpun duduk di tangga kayu didepan toko buku asfa. Ia memalingkan wajahnya dan melihat kesekeliling kompleks itu. Namun ia tak menemukan sosok yang ia cari. Albert memutuskan untuk menungggu beberapa menit sebelum ia beranjak pulang.
Awan hitam tebal membumbung tinggi di langit kota jogja. Hembusan angin memaksa hujan untuk turun secara perlahan. Husein berlindung di bawah atap teras toko buku tua itu. Ia sedang mempertimbangkan untuk segera pulang ketika tiba-tiba sebuah mobil toyota hitam menepi di pinggir jalan tepat di depanya. Seorang pria yang memakai jas hitam keluar dari mobil dengan membawa payung dan langsung berlari kecil menuju tempat dimana Husein berdiri.
“apakah kau yang bernama Husein?” tanya pria bertubuh besar itu pada Husein.
“ya, aku Husein. Apa yang kau inginkan?” jawab Husein balik bertanya.
“aku ditugaskan untuk membawamu pergi. kau harus menemui seseorang malam ini,” terang pria itu. Husein terperanjat mendengar pernyataan pria itu, namun ia berusaha untuk tetap tenang.
“aku sama sekali tak mengenalmu. Jadi aku tak mau ikut denganmu,” Husein menolak ajakan tersebut.
“kau memang belum mengenalku, tapi kau pasti mengenal orang yang berada di dalam mobil itu,” pria itu menunjuk seseorang yang duduk di kursi belakang mobil. Kaca jendela mobil itu lalu terbuka dan membuat Husein sangat terkejut.
“pak Danu! Kaukah itu?” seru Husein dengan nada parau seolah ia tak percaya jika salah satu dosenya di Singapore University datang menjemputnya.
“Husein..ikutlah bersama kami!” teriak Pak Danu dari dalam mobil.
Dengan hati yang masih dihinggapi rasa kebimbangan, akhirnya Husein bersedia untuk ikut bersama mereka. Husein duduk di kursi belakang bersama Pak Danu. sementara itu pria yang tadi menghampirinya menyetir didepan.
“Husein, pakailah ini!” Pak Danu memberi Husein sebuah jas hitam. Berbagai pertanyaanpun muncul dibenak Husein, apa maksud dari semua ini ? mengapa Pak Danu menyuruhku untuk memakai jas ? apakah aku akan menghadiri sebuah pesta bersamanya ? tapi darimana Pak Danu tahu aku berada di tempat itu..
Deru mesin mobil menyaadarkan albert bahwa hujan turun semakin deras.
“Husein, kau sangat beruntung mempunyai ibu seperti aisyah,” Pak Danu tiba-tiba berkata lirih pada Husein.
“maaf pak, Sayang sekali aku tak bisa berpikiran sama sepertimu, lagi pula Kenapa anda berkata seperti itu?” kata Husein pelan.
“kau salah besar nak, ibumu adalah wanita yang luar biasa. Aku dan dia sudah bersahabat sejak lama, ” Pak Danu. Mendengar itu, Husein memandang wajah mr. Hugo dengan geram.
“Pak, siapa yang menyuruhmu datang menjemputku?” tanya Husein tiba-tiba.
“ya, ada sesuatu yang memaksaku untuk datang ke jogja. Dan itu..”
“dan itu berhubungan dengan ibuku kan?” Husein memotong kata-kata Pak Danu
“kau benar nak, ibumu meneleponku tadi pagi dan memintaku untuk datang menjemputmu dan menceritakan semuanya padamu.”
“aku tak mengerti apa yang anda katakan pak, Kenapa ibu melakukan ini semua?”
“sebagai seorang ibu, Aisyah melakukan apa saja untuk membuatmu bahagia Husein. Ialah orang yang telah menjadikanmu seperti sekarang ini, seorang sarjana lulusan Singapore university. Kau bangga kan dengan gelar itu Husein!”
Husein seperti tak percaya dengan apa yang dikatakan Pak Danu padanya.
“saat kau lulus SMA aisyah memintaku untuk membuatkanmu beasiswa palsu. Sebenarnya, ialah orang yang membayar seluruh biaya perkuliahanmu. Dan ia tak ingin kau mengetahui hal itu Husein. Ia sama sekali tak ingin kehilanganmu, karena kau adalah satu-satunya anak yang ia punya.” Pak Danu menghirup nafas panjang dan melirik Husein yang masih terdiam.
“tak hanya itu Husein, ibumu juga meminta ayahmu untuk merekrut kakekmu sebagai mondorr di salah satu perusahaan tambang milik pak wahyu suaminya.”
Husein memang tak bisa memungkiri bahwa keluarga kakeknya hidup sangat berkecukupan saat bekerja di perusahaan tambang di wilayah Solo.
“tapi pak, Ibu telah menyebabkan ayahku meninggal dunia, bahkan ia juga telah berselingkuh dengan orang kaya hanya demi mendapatkan banyak uang. Dan sampai saat ini aku masih belum bisa memaafkanya pak..aku tak bisa..” Husein menundukan wajah sambil mengusap air mata dengan tanganya sendiri.
“ketahuilah Husein, itu bukanlah sepenuhnya kesalahan ibumu. Ayahmu pergi meninggalkan rumah bukan karena pertengkaran itu.” Mendengar pernyataan itu, Husein terdiam dan tak tahu harus berbuat apa.
“malam itu, ayahmu pergi karena ia diundang oleh pak wahyu kerumahnya dengan alasan pekerjaan. Tentu saja ibumu tak setuju dengan rencana ayahmu untuk datang karena malam itu sedang hujan deras. Hal itulah yang mengakibatkan pertengkaran hebat diantara keduanya. Kendati begitu, ayahmu tetap memutuskan untuk pergi ke Solo, karena ia yakin bahwa bosnya itu akan membicarakan soal kenaikan jabatanya di kantor dan, dan semuanya terjadi,” ujar Pak Danu tenang.
“tapi pak, bagaimana dengan perselingkuhan itu?” tanya Husein lirih.
“ya, semua orang pasti akan mengira begitu. Aku tak menyalahkkanmu Husein. Tapi yang terjadi sebenarnya adalah rasa penyesalan yang mendalam yang dialami oleh pak wahyu. ia merasa bersalah atas kematian ayahmu dan karena itulah ia memutuskan untuk menikahi ibumu dan menanggung seluruh biaya hidup keluargamu.”
Husein memandang kegelapan malam kota Jogja dengan guyuran hujan yang serasa meruntuhkan hatinya yang kaku.
“jika memang semua itu benar, mengapa ibuku tak menceritakann semuanya padaku sejak dulu?”
“ia menunggu saat yang tepat Husein..” Pak Danu memandang wajah Husein dalam-dalam. “ia menunggumu sampai kau menyelesaikan studimu dan pulang ke Jogja. Ia ingin menemui langsung saat kau kembali. Dan satu lagi Husein, kau tahu mengapa ia selalu menunggumu di tempat itu?”
“ya, aku tahu pak, Kakek sangat membenci ibu sejak kematian ayah.”
“kau benar Husein. Hanya nenekmu yang masih berbaik hati untuk mengantarkan surat-surat dari Aisyah ke kemarmu.” Pak Danu dapat melihat kesedihan yang di raasakan oleh Husein. Ia melihat air mata bening menetes ke hidung dan pipinya. Penyesalan yang mendalam memancar dari wajah gelapnya.
“pak. Apakah kita akan mmenemui ibu?” tanya Husein pelan.
“ya nak, kita akan ke suatu tempat dimana ibumu sudah menunggumu. Ia pasti akan sangat senang mengetahui kau datang,” jawab Pak Danu.
“pak. Aku harus meminta maaf padanya. Aku ingin memeluknya erat-erat dan..dan aku berjanji akan melakukan apa saja untuk membuatnya bahagia.” Husein berkata dengan nada serak dan terputus-putus.
“kau akan melakukanya sebentar lagi nak.” Pak Danu menatap Husein dengan perasaan sedih yang mendalam.
Toyota hitam itu melambat dan berbelok kesebuah tempat parkir didepan sebuah bangunan megah. Husein dan Pak Danu turun dari mobil dan rasa penasaran menggelayuti hati. Ia tahu bahwa bangunan tersebut adaah rumah pak wahyu, suami dari ibunya. Perlahan ia masuk ke rumah mewah tersebut. Husein terdiam saat ia melihat sesosok tubuh yang terbalut kain kafan tergeletak di ruang utama rumah tersebut. Sementara puluhan orang berjajar rapi mengelilinginya.
“foto itu.!!” Husein serasa tersambar petir saat melihat sebuah foto yang berada di atas sosok tersebut. Di bawahnya tertera nama “Aisyah azahra”. Husein langsung berlari menuju sosok tersebut. Dengan air mata yang berlinang ia berlutut disamping jenazah ibunya itu. Ia terus memandang wajah yang sebenarnya sangat ia rindukan selama ini.
“Husein, tenanglah nak, ibumu pasti senang melihatmu datang,” seorang pria bersuara lembut pada Husein.
“terimakasih pak Wahyu, terimakasih atas semua yang telah kau lakukan selama ini. Tapi, bagaimana ini semua bisa terjadi?”
“sudah seminggu ini ibumu mengalami sakit-sakitan. Dan tadi siang ibumu mengalami serangan jantung mendadak,” ujar pak wahyu pelan.
Husein memandang dalam-dalam foto ibunya itu. Rasa penyesalan yang luar biasa terpancar jelas dari wajahnya. Tak seharusnya aku membiarkanya duduk di tengah udara dingin malam itu. Tak seharusnya aku membencinya selama ini. Tuhan..mengapa kau ambil nyawa ibuku begitu cepat, sementara aku sama sekali belum bisa membahagiakannya. Tuhan..seandainya ia masih hidup, aku pasti akan melakukan apapn untuk membahagiakanya..Ya Tuhan..satu permintaanku padaMu..tempatkanlah ia dalam surgaMu.
***
***
Udara pagi yang segar menelusup melalui jendela kamar yang sedikit terbuka. Seorang pemuda berusia 22 tahun memungut surat pos yang tergeletak di depan pintu kamarnya. Di bagian depan amplop tersebut tertulis “Untuk adam husein”. Pemuda itu lalu meletakkan surat tersebut di atas meja dan sepertinya ia tak berniat untuk membacanya. Ia berjalan mendekat ke arah jenndela kamarnya. Sekelebatan masa lalu muncul di ingatanya. Ia teringat akan kenangan bersama keluarganya beberapa tahun silam.
***
Sebuah sedan hitam melaju pelan di jembatan yang melintang di atas aliran sungai gendol. Mobil itu terus melaju menuju kompleks pertokoan Malioboro. Sedan itu berhenti tepat sebelum tikungan yang menuju kompleks yang menjadi ciri khas kota jogja tersebut. seorang wanita berumur 43 tahun keluar dari mobil dan berjalan menuju tangga kayu yang biasa ia duduki. ia mengenakan sweeter abu-abu dan shall tebal melingkar di lehernya. Dan seperti biasa ia terus memandang ke lorong gelap yang menghubungkan kompleks pertokoan Malioboro dan kompleks perumahan candi mas.
Sementara itu sepasang mata sedang mengamati wanita itu dari sebuah warung kopi yang berada di sekitar taman kompleks tersebut. Ya, diam-diam Husein datang untuk mmmbuktikan kebenaran surat yang ia dapatkan setiap pagi selama empat hari ini. Dari kejauhan, albert memandang wajah wanita itu dalam-dalam. Husein masih menikmati secangkir kopi hangat saat melihat wanita itu mengeluarkan sebuah pil dari saku celananya dan langsung mennelan pil tersebut. Tiba-tiba sebuah sedan hitam datang menepi menghampiri wanita itu. Husein melihat seorang pria keluar dari mobil tersebut. Seketika wajah albert memmancarkan raut kebencian yang luar biasa saat melihat pria itu. Tak lama kemudian keduanya memasuki mobil dan langsung pergi menghilang dalam keremangan kota jogja.
***
Pagi itu awan terlihat tak secerah biasanya. Dengan rambut hitamnya yang masih berantakan. Husein membaca sebuah surat dengan teliti. Sebuah paragraf di akhir surat membuatnya menarik nafas dalam-dalam.
Husein, mugkin kau masih belum bisa memaafkanku. Tapi percayalah, aku sungguh ingin berbicara padamu untuk menceritakan apa yang sebenarnya terjadi selama ini. Kau harus temui aku malam ini di tempat itu.
Husein faham tempat apa yang dimaksud karena di bagian bawah dari setiap amplop yang ia terima selalu tertulis, “aku menunggumu malam ini jam 8 di toko buku asfa.”
***
Husein melangkah ragu menuju lorong gelap didepanya. Pikiranya seolah memberontak untuk tidak melakukan ini semua. Tapi nalurinya sudah memutuskan untuk ke tempat itu dan menemui seorang wanita yang mengiriminya surat setiap pagi sejak ia kembali dari Singapura. Ia pun tak yakin jika pertemuan ini akan berjalan baik. Saat Husein sampai di tempat tujuan pikiranya langsung bercampur aduk antara rasa bingung dan lega karena tak seorangpun duduk di tangga kayu didepan toko buku asfa. Ia memalingkan wajahnya dan melihat kesekeliling kompleks itu. Namun ia tak menemukan sosok yang ia cari. Albert memutuskan untuk menungggu beberapa menit sebelum ia beranjak pulang.
Awan hitam tebal membumbung tinggi di langit kota jogja. Hembusan angin memaksa hujan untuk turun secara perlahan. Husein berlindung di bawah atap teras toko buku tua itu. Ia sedang mempertimbangkan untuk segera pulang ketika tiba-tiba sebuah mobil toyota hitam menepi di pinggir jalan tepat di depanya. Seorang pria yang memakai jas hitam keluar dari mobil dengan membawa payung dan langsung berlari kecil menuju tempat dimana Husein berdiri.
“apakah kau yang bernama Husein?” tanya pria bertubuh besar itu pada Husein.
“ya, aku Husein. Apa yang kau inginkan?” jawab Husein balik bertanya.
“aku ditugaskan untuk membawamu pergi. kau harus menemui seseorang malam ini,” terang pria itu. Husein terperanjat mendengar pernyataan pria itu, namun ia berusaha untuk tetap tenang.
“aku sama sekali tak mengenalmu. Jadi aku tak mau ikut denganmu,” Husein menolak ajakan tersebut.
“kau memang belum mengenalku, tapi kau pasti mengenal orang yang berada di dalam mobil itu,” pria itu menunjuk seseorang yang duduk di kursi belakang mobil. Kaca jendela mobil itu lalu terbuka dan membuat Husein sangat terkejut.
“pak Danu! Kaukah itu?” seru Husein dengan nada parau seolah ia tak percaya jika salah satu dosenya di Singapore University datang menjemputnya.
“Husein..ikutlah bersama kami!” teriak Pak Danu dari dalam mobil.
Dengan hati yang masih dihinggapi rasa kebimbangan, akhirnya Husein bersedia untuk ikut bersama mereka. Husein duduk di kursi belakang bersama Pak Danu. sementara itu pria yang tadi menghampirinya menyetir didepan.
“Husein, pakailah ini!” Pak Danu memberi Husein sebuah jas hitam. Berbagai pertanyaanpun muncul dibenak Husein, apa maksud dari semua ini ? mengapa Pak Danu menyuruhku untuk memakai jas ? apakah aku akan menghadiri sebuah pesta bersamanya ? tapi darimana Pak Danu tahu aku berada di tempat itu..
Deru mesin mobil menyaadarkan albert bahwa hujan turun semakin deras.
“Husein, kau sangat beruntung mempunyai ibu seperti aisyah,” Pak Danu tiba-tiba berkata lirih pada Husein.
“maaf pak, Sayang sekali aku tak bisa berpikiran sama sepertimu, lagi pula Kenapa anda berkata seperti itu?” kata Husein pelan.
“kau salah besar nak, ibumu adalah wanita yang luar biasa. Aku dan dia sudah bersahabat sejak lama, ” Pak Danu. Mendengar itu, Husein memandang wajah mr. Hugo dengan geram.
“Pak, siapa yang menyuruhmu datang menjemputku?” tanya Husein tiba-tiba.
“ya, ada sesuatu yang memaksaku untuk datang ke jogja. Dan itu..”
“dan itu berhubungan dengan ibuku kan?” Husein memotong kata-kata Pak Danu
“kau benar nak, ibumu meneleponku tadi pagi dan memintaku untuk datang menjemputmu dan menceritakan semuanya padamu.”
“aku tak mengerti apa yang anda katakan pak, Kenapa ibu melakukan ini semua?”
“sebagai seorang ibu, Aisyah melakukan apa saja untuk membuatmu bahagia Husein. Ialah orang yang telah menjadikanmu seperti sekarang ini, seorang sarjana lulusan Singapore university. Kau bangga kan dengan gelar itu Husein!”
Husein seperti tak percaya dengan apa yang dikatakan Pak Danu padanya.
“saat kau lulus SMA aisyah memintaku untuk membuatkanmu beasiswa palsu. Sebenarnya, ialah orang yang membayar seluruh biaya perkuliahanmu. Dan ia tak ingin kau mengetahui hal itu Husein. Ia sama sekali tak ingin kehilanganmu, karena kau adalah satu-satunya anak yang ia punya.” Pak Danu menghirup nafas panjang dan melirik Husein yang masih terdiam.
“tak hanya itu Husein, ibumu juga meminta ayahmu untuk merekrut kakekmu sebagai mondorr di salah satu perusahaan tambang milik pak wahyu suaminya.”
Husein memang tak bisa memungkiri bahwa keluarga kakeknya hidup sangat berkecukupan saat bekerja di perusahaan tambang di wilayah Solo.
“tapi pak, Ibu telah menyebabkan ayahku meninggal dunia, bahkan ia juga telah berselingkuh dengan orang kaya hanya demi mendapatkan banyak uang. Dan sampai saat ini aku masih belum bisa memaafkanya pak..aku tak bisa..” Husein menundukan wajah sambil mengusap air mata dengan tanganya sendiri.
“ketahuilah Husein, itu bukanlah sepenuhnya kesalahan ibumu. Ayahmu pergi meninggalkan rumah bukan karena pertengkaran itu.” Mendengar pernyataan itu, Husein terdiam dan tak tahu harus berbuat apa.
“malam itu, ayahmu pergi karena ia diundang oleh pak wahyu kerumahnya dengan alasan pekerjaan. Tentu saja ibumu tak setuju dengan rencana ayahmu untuk datang karena malam itu sedang hujan deras. Hal itulah yang mengakibatkan pertengkaran hebat diantara keduanya. Kendati begitu, ayahmu tetap memutuskan untuk pergi ke Solo, karena ia yakin bahwa bosnya itu akan membicarakan soal kenaikan jabatanya di kantor dan, dan semuanya terjadi,” ujar Pak Danu tenang.
“tapi pak, bagaimana dengan perselingkuhan itu?” tanya Husein lirih.
“ya, semua orang pasti akan mengira begitu. Aku tak menyalahkkanmu Husein. Tapi yang terjadi sebenarnya adalah rasa penyesalan yang mendalam yang dialami oleh pak wahyu. ia merasa bersalah atas kematian ayahmu dan karena itulah ia memutuskan untuk menikahi ibumu dan menanggung seluruh biaya hidup keluargamu.”
Husein memandang kegelapan malam kota Jogja dengan guyuran hujan yang serasa meruntuhkan hatinya yang kaku.
“jika memang semua itu benar, mengapa ibuku tak menceritakann semuanya padaku sejak dulu?”
“ia menunggu saat yang tepat Husein..” Pak Danu memandang wajah Husein dalam-dalam. “ia menunggumu sampai kau menyelesaikan studimu dan pulang ke Jogja. Ia ingin menemui langsung saat kau kembali. Dan satu lagi Husein, kau tahu mengapa ia selalu menunggumu di tempat itu?”
“ya, aku tahu pak, Kakek sangat membenci ibu sejak kematian ayah.”
“kau benar Husein. Hanya nenekmu yang masih berbaik hati untuk mengantarkan surat-surat dari Aisyah ke kemarmu.” Pak Danu dapat melihat kesedihan yang di raasakan oleh Husein. Ia melihat air mata bening menetes ke hidung dan pipinya. Penyesalan yang mendalam memancar dari wajah gelapnya.
“pak. Apakah kita akan mmenemui ibu?” tanya Husein pelan.
“ya nak, kita akan ke suatu tempat dimana ibumu sudah menunggumu. Ia pasti akan sangat senang mengetahui kau datang,” jawab Pak Danu.
“pak. Aku harus meminta maaf padanya. Aku ingin memeluknya erat-erat dan..dan aku berjanji akan melakukan apa saja untuk membuatnya bahagia.” Husein berkata dengan nada serak dan terputus-putus.
“kau akan melakukanya sebentar lagi nak.” Pak Danu menatap Husein dengan perasaan sedih yang mendalam.
Toyota hitam itu melambat dan berbelok kesebuah tempat parkir didepan sebuah bangunan megah. Husein dan Pak Danu turun dari mobil dan rasa penasaran menggelayuti hati. Ia tahu bahwa bangunan tersebut adaah rumah pak wahyu, suami dari ibunya. Perlahan ia masuk ke rumah mewah tersebut. Husein terdiam saat ia melihat sesosok tubuh yang terbalut kain kafan tergeletak di ruang utama rumah tersebut. Sementara puluhan orang berjajar rapi mengelilinginya.
“foto itu.!!” Husein serasa tersambar petir saat melihat sebuah foto yang berada di atas sosok tersebut. Di bawahnya tertera nama “Aisyah azahra”. Husein langsung berlari menuju sosok tersebut. Dengan air mata yang berlinang ia berlutut disamping jenazah ibunya itu. Ia terus memandang wajah yang sebenarnya sangat ia rindukan selama ini.
“Husein, tenanglah nak, ibumu pasti senang melihatmu datang,” seorang pria bersuara lembut pada Husein.
“terimakasih pak Wahyu, terimakasih atas semua yang telah kau lakukan selama ini. Tapi, bagaimana ini semua bisa terjadi?”
“sudah seminggu ini ibumu mengalami sakit-sakitan. Dan tadi siang ibumu mengalami serangan jantung mendadak,” ujar pak wahyu pelan.
Husein memandang dalam-dalam foto ibunya itu. Rasa penyesalan yang luar biasa terpancar jelas dari wajahnya. Tak seharusnya aku membiarkanya duduk di tengah udara dingin malam itu. Tak seharusnya aku membencinya selama ini. Tuhan..mengapa kau ambil nyawa ibuku begitu cepat, sementara aku sama sekali belum bisa membahagiakannya. Tuhan..seandainya ia masih hidup, aku pasti akan melakukan apapn untuk membahagiakanya..Ya Tuhan..satu permintaanku padaMu..tempatkanlah ia dalam surgaMu.
***